Mardiono Ungkap Biaya Logistik Pangan dapat Dipangkas

 

Masyarakat Indonesia akan membiayai logistik yang tinggi bila kebijakan pangan dilakukan tersentralisasi. Kita dapat memangkas biaya logistik bila persoalan pangan didistribusikan ke setiap daerah, sesuai dengan keunggulan pangan di daerahnya masing-masing.

“Koordinasi, sinkronisasi, harmonisasi, dan pengendalian harus dilakukan untuk wujudkan akses pangan masyarakat yang beragam, bergizi, berimbang, dan aman” kata Utusan Khusus Presiden, bidang kerjasama pengentasan kemiskinan dan ketahanan pangan, H Muhamad Mardiono, pada acara Rembug Nasional Ketahanan Pangan di Tangerang, Banten, pada Jum’at (23/12) pagi yang dihadiri oleh FAO reprersentative untuk Indonesia, Aryal Rajendra, Direktorat Pangan & Pertanian, Kedeputian Bid. Kemaritiman & Sumber Daya Alam (KSDA), Kemen PPN Bappenas, Jarot Indarto, Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi, Badan Pangan Nasional, Nyoto Suwignyo, dan Sekda Provinsi Banten, Moch. Tranggono.

Acara tersebut sebagai rangkaian dari acara sebelumnya dengan tema Pengentasan kemiskinan yang telah di lakukan pada hari Senin, 19 Desember 2022 yang lalu.

Indonesia memiliki ketangguhan yang sudah diakui oleh Food and Agriculture Organization (FAO). Berbagai gangguan seperti Covid 19, banjir, gempa, longsor di berbagai daerah di tanah air ternyata tidak melumpuhkan masyarakat Indonesia.

“Bangsa Indonesia memiliki local wisdom berupa gotong royong di tengah masyarakat untuk mengatasi krisis. Demikian pula hubungan antar keluarga di Indonesia erat sehingga krisis pangan tidak menghancurkan suatu daerah,” kata FAO reprersentative untuk Indonesia, Aryal Rajendra.

Namun, studi FAO terkait ketangguhan itu hanya dapat dipertahankan selama 2 tahun karena selepas 2 tahun biasanya masyarakat yang tertimpa musibah mulai menjual asetnya.

“Persoalannya menjual aset di tengah krisis sangat sulit karena tidak ada yang mau membeli. Seandainya terjadi transaksi juga dengan harga yang rendah,” kata Mardiono.

Menurut Deputi Kerawanan Pangan dan Gizi, Badan Pangan Nasional, Dr. Drs. Nyoto Suwignyo, MM, Indonesia memerlukan kebijakan pangan yang jitu.

“Tidak semua daerah rawan pangan, sehingga intervensi untuk memulihkannya harus pada daerah yang tepat,” kata Nyoto. Hanya 74 kabupaten/kota atau setara 14% yang rawan pangan atau berwarna merah. Sementara 440 kabupaten/kota atau 86% relatif memiliki ketahanan pangan yang baik. Pemulihan kerawanan pangan harus diarahkan pada kabupaten yang rawan sehingga tidak salah sasaran.

“Agar selesai maka harus dipecah-pecah target setiap tahun. Berapa daerah yang harus dipulihkan setiap tahun,” kata Nyoto. Misalnya, bila setiap tahun ditargetkan pemulihan 7 kabupaten, maka dibutuhkan waktu minimal 10 tahun. Atau sebaliknya bila setiap tahun ditargetkan 10 kabupaten, maka dibutuhkan 7 tahun. Demikian pula pada lingkup provinsi atau kabupaten pemulihan kerawananan pangan dapat dilakukan dengan melihat status kerawanan pangan di setiap kecamatan.

Negara, menurut Nyoto, memang harus memulihkan daerah pangan karena kewajiban negara untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya agar masyarakat secara perorang dapat sehat, aktif, produktif serta hidup berkelanjutan.

Direktur Pangan & Pertanian, Kedeputian Bidang. Kemaritiman & Sumber Daya Alam (KSDA), Jarot Indarto, sepakat bahwa karakteristik Indonesia berupa negara kepulauan membutuhkan transformasi sistem pangan.

“Daerah-daerah yang mengalami rawan pangan adalah daerah 3 T yaitu daerah terdepan, terluar, dan terpencil serta daerah berupa pulau-pulau kecil,” kata Jarot.

Di daerah-daerah tersebut, selain memperbaiki rantai pasok agar masyarakat dapat mengakses pangan, juga dapat dilakukan upaya-upaya penguatan pangan lokal yang khas.

Dari upaya rembug nasional itu diharapkan Utusan Khusus Presiden dapat mengawal penerapan kebijakan pangan nasional agar Indonesia dapat menghindari dari 5 krisis, yaitu krisis keuangan, pangan, pupuk, energi, dan pakan ternak.

“Kita menghadapi krisis 5F. Krisis financial, food, fertilizer, fuel, dan feed,” ujar Mardiono

Sumber : HarianTerbit

Related posts

ID Food Mendorong Peningkatan Akses Perempuan di Sektor Pertanian dan Pangan

Kemendag dorong produk pertanian Indonesia masuk pasar Australia

Pinjaman Ultra Mikro BRI Bikin Petani Ini Raup Omzet Rp 36 Juta