Janji Pemerintah Soal Ketahanan Pangan Tak Boleh Kendor!

 

Presiden Jokowi memerintahkan Menteri BUMN Erick Thohir untuk mengantisipasi dampak resesi, utamanya di kalangan masyarakat kecil. Salah satu fokus kebijakan pemerintah adalah melindungi petani yang terancam panennya gagal terserap maksimal oleh pasar.

Selain itu, pemerintah sudah mengantisipasi krisis pangan tahun ini karena kondisi pasokan global masih belum stabil.

Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat dan mempunyai peran yang vital bagi kehidupan suatu bangsa. Pemerintah telah menjadikan ketahanan pangan masuk dalam Agenda Pembangunan Nasional tahun 2022-2024 dengan memprioritaskan program peningkatan ketersediaan, akses, serta kualitas konsumsi pangan.

Saat ini kita baru saja memasuki 2023. Bagaimana agenda pemerintah dalam menjalankan janjinya memenuhi ketahanan pangan?

Sudah menjadi rahasia umum bahwa derasnya arus modernisasi yang memudahkan kehidupan telah membuat seseorang enggan untuk bertani. Ironisnya, tren ini bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di negara-negara lainnya.

Modernisasi juga diketahui memberikan dampak eksploitatif dan destruktif yang menyebabkan tergerusnya lahan-lahan pertanian. Tidak hanya itu, Indonesia pun kini diintai oleh dampak perubahan iklim dan ledakan jumlah penduduk. Pentingnya ketahanan pangan juga teruji dalam perang Rusia dan Ukraina. Negara yang seutuhnya bergantung pada input dan pangan impor terbukti turut mengalami gejolak dan krisis.

Untuk diketahui, pemerintah sudah menetapkan anggaran ketahanan pangan pada tahun 2022 yang mencapai Rp76,9 triliun, diarahkan untuk peningkatan keterjangkauan dan kecukupan pangan yang beragam, berkualitas, bergizi, dan aman.

Kedua, untuk peningkatan produktivitas, pendapatan petani dan nelayan melalui penguatan kapasitas petani dan nelayan, penguatan akses terhadap input produksi, penyediaan sarana prasarana pertanian dan perikanan, serta mendorong mekanisasi dan penggunaan teknologi.

Selain itu anggaran juga di peruntukan diversifikasi pangan dan kualitas gizi, perbaikan iklim usaha dan daya saing; serta penguatan sistem pangan berkelanjutan (pengembangan food estate).

Namun demikian,  pekerjaan pemerintah di tahun 2023 ini akan semakin berat. Pemerintah harus mengantisipasi krisis pangan, menstabilkan harga pangan utamanya beras, dan mewujudkan berbagai janji untuk mengupayakan ketahanan pangan Tanah Air.

Jika di flashback pada akhir tahun 2022, sempat dikejutkan oleh informasi mengenai data stok cadangan beras pemerintah (CBP) di Perum Bulog yang tercatat terus menipis.

Dilansir dari World-Grain, menurut laporan Perkiraan Pasokan dan Permintaan Pertanian Dunia (World Agricultural Supply and Demand Estimates/WASDE) Departemen Pertanian Amerika Serikat pada bulan November 2022, produksi beras global diproyeksikan mencapai 503,69 juta ton pada tahun 2022-2023.

Dari jumlah itu, USDA memperkirakan 52,83 juta ton diekspor ke pasar dunia.

Indonesia sendiri merupakan produsen beras terbesar ketiga di dunia, tetapi turun drastis menjadi 34,6 juta ton. Dengan 276,4 juta orang dan penggunaan beras dalam negeri mencapai 35,5 juta ton, negara Asia Tenggara yang mengangkangi Samudera Hindia dan Pasifik ini diperkirakan akan mengimpor 550.000 ton.

Belakangan ini, masalah perberasan Indonesia menghadapi dilema antara upaya mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri dengan cara peningkatan produktivitas dan impor beras, dengan upaya menjaga kestabilan harga beras agar tetap terjangkau oleh semua pihak.

Indonesia salah satu produsen beras di dunia, namun pada kenyataannya, Indonesia akhirnya memutuskan untuk melakukan impor beras ratusan ribu ton guna memenuhi stok Perum Bulog. Sejumlah negara jadi pemasok beras untuk Indonesia, diantaranya Thailand, Vietnam, Pakistan dan Myanmar.

Keputusan ini cukup menarik, terutama Myanmar. Pasalnya, Myanmar pernah menjadi salah satu negara yang mengimpor beras dari Indonesia guna memenuhi kebutuhan dalam negara mereka di masa lalu.

Jejak impor beras Indonesia ke Myanmar bukan kali ini saja tapi pada masa lalu jumlahnya sangat sedikit. Pada 2012 Myanmar telah mengekspor 5.000 ton beras ke Indonesia. Indonesia dan Myanmar telah menandatangani MoU on Rice Trade antara Indonesia dan Myanmar pada April 2013.

Pada 2013 saat Wakil Menteri Pertanian dijabat oleh Rusman Heriawan, mengungkapkan pada kala itu produktivitas Myanmar bisa menghasilkan 2-3 ton per hektare,sedangkan Indonesia sudah 5,1 ton per hektare.Saat itu produktivitas di Myanmar masih rendah karena masih menggunakan cara tradisional.

Pada 2018 pemerintah Indonesia juga mengirimkan dua orang tenaga ahli pertanian ke Myanmar untuk membantu meningkatkan kualitas pertanian.

Ya memang mau bagaimana lagi, ibarat nasi sudah menjadi bubur. Bagaimanapun uniknya sejarah itu, Indonesia saat ini memang mengimpor beras.

Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik atau Perum Bulog menyatakan bahwa proses logistik impor beras terkendala oleh cuaca ekstrem yang terjadi akhir-akhir ini. Hal itu menyebabkan beras impor yang tiba di pelabuhan di Indonesia belum mencapai 200.000 ton seperti target yang ditetapkan hingga akhir 2022.

Sebanyak 200.000 ton beras impor sudah keluar dari negara asal. Sebagian beras impor sudah masuk gudang Bulog. Ada juga beberapa yang masih dalam proses pembongkaran di pelabuhan. Namun demikian, ada sebagian beras impor tersebut yang belum tiba di pelabuhan Indonesia.

Hal ini disebabkan ada kendala karena ombak dan curah hujan tinggi sehingga sebagian kecil kapal beras impor ini ada yang belum berlabuh. Jika stok beras ngaret, Maka yang dinilai akan dirugikan tentu petani, masuknya beras impor akan menekan harga di tingkat usaha tani. lantaran petani di Indonesia akan mengalami panen raya pada Maret – April 2023 mendatang.

Zulhas sempat memperingatkan Bulog untuk melakukan impor beras hanya sampai akhir Februari 2023 saja. Namun Perum Bulog juga berencana untuk melakukan impor beras lagi sebesar 300 ribu ton pada awal 2023.

Dengan demikian, total impor beras yang dilakukan oleh Bulog mencapai 500 ribu ton. Barang impor tersebut akan menjadi cadangan beras pemerintah yang dikelola oleh gudang Bulog di seluruh Indonesia.

Adakah Strategi Lain Jaga Ketahanan Pangan?

Bulog sebetulnya punya cara selain impor untuk memenuhi kebutuhan cadangan beras. Salah satunya dengan membeli langsung dari petani dengan harga yang sudah ditetapkan pemerintah. Persoalannya, Bulog tidak bisa sembarangan membeli beras dari petani.

Mekanismenya diatur lewat Peraturan Menteri Perdagangan No.24/2020 tentang Penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk Gabah atau Beras.

Beleid itu menetapkan HPP gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp4.200/kg dan di tingkat penggilingan sebesar Rp4.250/kg. Sementara gabah kering giling (GKG) di tingkat penggilingan Rp5.250/kg dan di gudang Bulog sebesar Rp5.300/kg. Sedangkan beras di gudang Perum Bulog Rp8.300/kg.

Masalahnya, Bulog sudah tidak bisa lagi memperoleh beras dengan HPP yang sudah ditetapkan lewat Permendag karena harganya sudah di atas HPP. Dengan demikian, impor dinilai menjadi satu-satunya jalan paling masuk akal saat ini.

Selain itu, sejumlah upaya bisa dilakukan pemerintah adalah membenahi masalah-masalah yang ada di hulu produksi beras itu sendiri. Apa saja masalah yang ada dihulu? Yang jelas, produksinya harus ditingkatkan dengan kualitas yang baik, harus dijamin apakah sarana produksi itu sesuai dengan harapan.

Kalau dilihat, produktivitas beras di Indonesia masih terbilang stagnan lantaran terhambat oleh masalah-masalah yang harusnya bisa dibenahi sejak lama.

Di sisi lain, pemerintah menjawab ketahanan pangan dengan upayanya yang sudah tak asing lagi, yakni kebijakan Food Estate. Pertanyaannya, apakah kebijakan pangan ini akan mengulang kesuksesan kebijakan pangan di Era Presiden Suharto?

Dari aspek tenaga kerja sektor pertanian. berulang kali dalam pidatonya Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa Food Estate mengusung konsep pertanian berkelanjutan.

Artinya, program ini diharapkan akan terus menerus bergulir dalam waktu yang lama. kita semua bersepakat bahwa sebuah kebijakan atau program merupakan barang mati yang perlu dihidupkan. Ibarat sinopsis yang memerlukan aktor untuk menghidupkannya, food estate membutuhkan petani yang menghidupkan programnya.

Berbicara tentang keberlanjutan pertanian di Indonesia sama halnya dengan berbicara keberlanjutan petaninya. Saat ini memang terdapat banyak teknologi pertanian modern yang akan memudahkan pelaksanaan proses pertanian tanpa melibatkan banyak tenaga kerja.

Namun, harus dipertimbangkan pula bahwa salah satu tujuan dari food estate adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang bagaimanapun janji ini harus tetap diwujudkan tak boleh kendor.

Source : CNBC

Related posts

ID Food Mendorong Peningkatan Akses Perempuan di Sektor Pertanian dan Pangan

Kemendag dorong produk pertanian Indonesia masuk pasar Australia

Pinjaman Ultra Mikro BRI Bikin Petani Ini Raup Omzet Rp 36 Juta