Home » Teten Sebut Skema Pre-Financing Angkat Kesejahteraan Petani

Teten Sebut Skema Pre-Financing Angkat Kesejahteraan Petani

by Jhon Sabri
46 views 2 minutes read

Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan pemerintah mendukung penuh penerapan skema pre-financing di koperasi. Dalam skema ini, dilakukan pembiayaan untuk rantai pasok pangan berbasis koperasi. Skema ini diharapkan dapat ditiru atau replikasi oleh koperasi-koperasi lain di Indonesia.

Skema pre-financing telah diterapkan di Amerika Serikat (AS) pada sektor pertanian dengan tujuan untuk memastikan stok pangan komoditas seperti jagung, kentang, dan gandum. Tiap tahun modal kerja diberikan pemerintah, sehingga bisa memprediksi kapan panen jagung, gandum, dan kentang.

“Melalui skema pre-financing ini, koperasi diberikan pembiayaan, dan memastikan koperasi membeli produk pertanian hingga 100 persen, menjadi agregator, serta menyeleksi produk hasil pertanian ke pasar modern,” ujar Teten, Senin (6/3/2023).

Teten Masduki mengatakan skema ini sudah diterapkan di Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) Al-Ittifaq, Bandung, Jawa Barat (Jabar).

Pada tahun 2020, Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM) memberikan solusi pembiayaan, agar Kopontren Al-ittifaq dapat meningkatkan skala usaha dan memperluas rantai pasok pangan melalui skema pre-financing.

LPDB-KUMKM memberikan pembiayaan pada Kopontren Al-Ittifaq sebesar Rp 6,3 miliar, lalu meningkat di tahun 2021 dan 2022 dengan total pembiayaan sebesar Rp 12 miliar.

Saat ini, pasar modern yang telah terhubung dengan Kopontren Al-Ittifaq antara lain PT Lion Superindo, Yogya Departement Store, AEON, hingga Alif Mart.

Di Indonesia, Kopontren Al-Ittifaq harus memenuhi kebutuhan permintaan pasar sebanyak 70 ton per hari, maka diperlukan pasokan dari petani-petani lainnya yang turut dibina oleh Kopontren tersebut.

“Hal yang paling sulit itu adalah produk pertanian seperti sayur mayur dibanding dengan gandum. Karena sayur mayur mudah rusak. Sehingga diperlukan presisi ketepatan waktu pengelolaannya,” kata Teten.

Sebanyak 60%, petani kecil mengolah lahan di bawah setengah hektare untuk memenuhi kebutuhan pasar. Sebelumnya mereka membutuhkan agregator tradisional seperti pengepul, tengkulak, dan lainnya, yang saat ini digantikan posisinya oleh koperasi.

“Sehingga tidak lagi ada isu ketika panen raya, produk pertanian tak terserap sehingga harganya anjlok,” kata Teten.

Sumber : Berita Satu

You may also like