Transformasi sistem pertanian untuk produktivitas lahan kering


Cibinong – Humas BRIN
. Indonesia memiliki potensi sumber daya air yang sangat besar, namun belum dimanfaatkan secara optimal untuk menunjang sektor pertanian terutama pada lahan kering. Optimalisasi pengelolaan air untuk meningkatkan produktivitas tanaman dan antisipasi perubahan iklim di lahan kering perlu dilakukan agar ketahanan pangan dapat terwujud.

Untuk itu, Badan Riset dan Inovasi nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air (PRLSDA) Organisasi Riset Kebumian dan Maritim (ORKM) menyelenggarakan webinar bertopik Optimalisasi Pengelolaan Air untuk Meningkatkan Produktivitas Tanaman dan Antisipasi Perubahan Iklim di Lahan Kering pada Kamis (13/4). Dalam seminar yang dihelat secara daring ini menampilkan Popi Redjekiningrum sebagai narasumber tunggal dan dimoderatori oleh Koordinator Kelompok Riset Pengelolaan Sumber Daya Air Pertanian Hendri Sosiawan.

Kepala PRLSDA BRIN, Hidayat, menyampaikan bahwa webinar ini merupakan topik yang merupakan hajat hidup orang banyak yang sangat penting untuk keberlangsungannya. Ada beberapa peluang untuk berkolaborasi antar kelompok riset untuk bekerja sama lintas sektor, misalnya melakukan pemetaan sumber daya air, ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Popi mengawali paparannya dengan menyampaikan permasalahan tantangan dan potensi lahan kering untuk pertanian di Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa terdapat permasalahan sumber daya air di bidang pertanian. Dukungan sumber daya air diperlukan untuk mengatasi permasalahan pertanian seperti banjir dan kekeringan, kompetensi penggunaan air, penggunaan air yang tidak efisein, ketersediaan air terbatas, disfungsi jaringan irigasi, penurunan produktivitas lahan, degradasi lahan dan perubahan penggunaan lahan, papar Periset KR Pengelolaan Sumber Daya Air Pertanian PRLSDA ini.

Terkait potensi, Popi menyebutkan bahwa Sumber daya lahan di Indonesia merupakan daratan seluas 191,1 Ha. yang terdiri dari lahan basah seluas 42 juta Ha., lahan kering 144,5 Ha., dan lahan lain-lainnya sekitar 4,6 juta Ha. Lahan tersebut berupa dataran rendah dan dataran tinggi, iklim basah dan iklim kering, dan tanah masam dan tidak masam.

Selain itu dalam paparannya, Popi yang merupakan Peneliti Ahli Utama PRLSDA, menyampaikan diantaranya tentang perubahan iklim dan dampaknya pada sektor pertanian, dinamika sistem pertanian dan produktivitas kondisi saat ini dan dengan menggunakan teknologi, dan transformasi sistem pertanian dan produktivitas pertanian di lahan kering.

Menurut wanita berpendidikan terakhir S3 FMIPA IPB ini bahwa di masa depan Indonesia akan semakin bertumpu pada pertanian lahan kering. Teknologi adaptasi untuk mengantisipasi perubahan iklim global di wilayah tropis seperti sistem pertanian berbasis inovasi teknologi kini ditemukan. Inovasi teknologi menjadi lahan yang semula kering hampir sepanjang tahun menjadi dapat ditanami.

Transformasi sistem pertanian menjadi berbasis teknologi inovasi pengelolaan air berperan penting dan merupakan salah satu kunci keberhasilan peningkatan produksi tanaman dan antisipasi perubahan iklim. Beberapa teknologi pengelolaan air diantaranya adalah teknologi panen hujan dan teknologi irigasi hemat air menjadi titik ungkit optimalisasi  pengembangan lahan kering iklim kering. Transformasi sistem pertanian berbasis pengelolaan air dapat meningkatkan indeks pertanaman dan produktivitas tanaman, serta mengantisipasi perubahan iklim di lahan kering iklim kering sehingga dapat meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan petani.

Prasarana dan sarana untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber air permukaan dan air tanah untuk irigasi, dan menyediakan sumber irigasi (alternatif) pada saat sumber irigasi utama tidak mampu memenuhi kebutuhan air tanaman yang mencakup jenis dan komponennya, jelas sosok berkepakaran ilmu tanah agroklimatologi dan hidrologi.

Periset BRIN yang juga Dosen luar biasa di Fakultas Pertanian ini juga mencontohkan infrastruktur utama berupa dam atau bendungan, air tanah yang dipompa, tampungan air berupa embung dan sumur. Sedangkan penunjangnya berupa saluran dan pintu irigasi, pipa, tanggul dan pompa.

Dalam riset sosok ASN di Kementerian Pertanian hingga 2022 dan timnya ini juga telah melakukan eksplorasi baik sumber daya air permukaan maupun sumber daya air tanah, sehingga diperoleh desain teknik eksploitasi sumber daya air hingga teknik penyiraman. Seperti pada contoh irigasi hemat air energi gravitasi dan energi surya pada tanaman bawang merah.

Implementasi teknologi sumber daya air yang telah diterapkan diantaranya  pada lahan kering iklim kering (LKIK) di Desa Oebola Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang NTT, LKIK Kuangbira, dan pada lahan kering di Desa Selopamioro, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Jogyakarta, beber wanita kelahiran Semarang 59 lalu.

Berdasarkan hasil riset kelompoknya menyimpulkan bahwa arah dan strategi peningkatan produktivitas di lahan kering iklim kering melalui sistem pertanian dilakukan diantaranya dengan membangun model atau sitem pertanian terpadu spesifik lahan kering beriklim kering. Menerapkan inovasi teknologi seperti pupuk, pengelolaan air, lahan/tanah, varietas, alsintan, dan teknologi budidaya lainnya. Menyusun Grand design sistem pengembangan pertanian terpadu pada lahan kering beriklim kering secara nasional.

Strategi selanjutnya yakni melakukan pendampingan dan pelatihan inovasi teknologi yang diintroduksikan untuk mempercepat diseminasi teknologi LKIK yang dapat dimanfaatkan oleh pengguna. Membangun keterpaduan dan sinergi program antara pusat dan daerah, dan memberikan dukungan kebijakan pengelolaan lahan dari aspek teknis berupa pengembangan wilayah terpadu atau pengembangan kawasan pertanian unggulan berorientasi pendekatan toposekuen, eksplorasi dan eksploitasi air serta pengelolaan, dan konservasi tanah serta dukungan teknologi inovatif. Pengembangan pertanian lahan kering ke depan harus lebih berorientasi pertanian rakyat terpadu dengan dukungan infrastruktur serta kebijakan penyediaan sarana produksi dan permodalan.

Strategi lainnya adalah diperlukan dukungan kebijakan pemerintah pusat dan daerah berupa regulasi/legislasi atau peraturan perundang-undangan maupun program dalam kaitannya dengan tata kelola pengembangan dan peruntukkan lahan serta pengembangan infrastruktur. Memperkuat kapasitas mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di antaranya melalui penguatan infrastruktur pertanian terutama jaringan irigasi dan penguasaan teknologi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

“Arah dan strategi terakhir yaitu meningkatkan ketersediaan informasi dan teknologi adaptif yang dapat digunakan dalam proses adaptasi” pungkas Popi.

Sumber: brin

Related posts

ID Food Mendorong Peningkatan Akses Perempuan di Sektor Pertanian dan Pangan

Pinjaman Ultra Mikro BRI Bikin Petani Ini Raup Omzet Rp 36 Juta

Ratusan Ha sawah di Situbondo siap panen musim tanam dua