Home » Petani Tebu Teriak Minta Harga Gula Dinaikkan Rp4.000, Ini Penyebabnya

Petani Tebu Teriak Minta Harga Gula Dinaikkan Rp4.000, Ini Penyebabnya

by Mochammad Wiratmansyah
162 views 4 minutes read


Petani tebu meminta pemerintah menaikkan harga pokok penjualan (HPP) gula. Yang akan jadi dasar penetapan harga lelang antara petani tebu dengan pabrik gula. HPP diminta naik minimal ke Rp16.400 dari sebelumnya Rp12.500 per kg, artinya naik hampir Rp4.000 per kg.

Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen mengatakan, HPP baru harus segera ditetapkan karena bulan depan akan masuk musim giling tebu. Kenaikan HPP, lanjutnya, perlu dilakukan, terutama setelah pemerintah kembali menaikkan harga acuan pemerintah (HAP) gula di tingkat konsumen. Sebelumnya, HAP gula di tingkat konsumen dinaikkan pada November 2023.

Soemitro menjelaskan, HPP tebu adalah harga minimal atau paling rendah yang diterima petani. Pada praktiknya, ujarnya, harga yang diterima petani memang bisa lebih mahal sesuai harga lelang.

“Harga lelangnya bisa juga lebih dari itu. Misalnya kalau HPP Rp12.500 lelangnya bisa Rp13.000 bisa sampai berapa gitu. Jadi harga dasar yang paling rendah harus diterima petani itu HPP namanya, harga paling bawah. Tapi yang paling sering (harga lelang) Rp12.600, 12.700, 12.800, sedikit lah dari harga itu (Rp12.500). Sekarang, HPP belum naik, masih Rp12.500 (per kg),” kata Soemitro kepada CNBC Indonesia, Jumat (19/4/2024).

“Sekarang menjelang kita panen bulan depan, harusnya itu (HPP) dinaikkan mengikuti HAP. HAP-nya itu naik loh ya, walaupun itu sifatnya sementara, tapi ini kan harus ngikutin dong. Kalau terlalu banyak ini kan, misalnya taruh lah sekarang 12.500 di sana jualnya bisa 16.500,itu kan selisih 4.000, terlalu banyak ini selisihnya,”  tukasnya.

Padahal, menurutnya, melalui sistem perhitungan rasional, harga gula harus berbanding lurus dengan harga beras. Apabila ada kenaikan HPP beras, maka perlu ada pertimbangan kenaikan juga pada harga gula.

“Nah sekarang kita masih Rp12.500 (per kg HPP-nya). Rp17.000 saja sudah dianggap suatu kenaikan yang di luar perhitungan, nggak boleh begitu dong. Petani akan menjadi korban terus, kita akan menjadi korban dalam rangka pemerintah memberikan harga yang murah kepada konsumen,” sambungnya.

“Dari hitungan kami, agak petani kembali bergairah, usulan saya tahun ini HPP naik jadi Rp16.400. Terus ke harga acuan penjualan, ya naik lagi lah, nggak apa-apa, kebutuhan yang lain juga naik kok. Beras juga naik,” cetusnya.

Lantas, bagaimana agar harga di konsumen tetap terjaga dengan baik, tanpa merugikan petani?

Soemitro menilai pemerintah perlu memperhatikan sisi hulu terlebih dulu, bukan sebaliknya. Karena yang menikmati ini bukan hanya konsumen, produsen juga ikut menikmati. Artinya, harus ada pembenahan di sisi awal pertanian dan perkebunan tebu nasional.

“Misalnya, dari sisi kreditnya, pupuk, airnya, dan macam-macam. Sekarang ini kan kita petani dilepas saja, bahkan hampir keseluruhan kita ini menggunakan pupuk non subsidi. Ngapain kita produksinya dibatas-batasi, kan kalau rugi siapa yang nanggung? Kan petani sendiri,” tukasnya.

Menurutnya, persoalan penentuan HPP dan HAP gula perlu dibahas secara lebih komprehensif lagi, agar baik konsumen maupun petani diuntungkan.

“Jadi kita perlu membahas ini secara komprehensif, dan kita ini harus jujur. Tidak boleh dong konsumennya menikmati satu fasilitas, petani sebagai produsen juga harus menikmati satu fasilitas juga, sehingga dia tidak rugi,” ucapnya.

Lebih lanjut, Soemitro mengaku sudah bersurat ke Badan Pangan Nasional (Bapanas) ihwal permintaan untuk menaikkan HPP gula di tingkat petani.

“Saya sudah kirim surat ke Bapanas, kalau tidak salah Senin atau Selasa yang lalu, sudah 3-4 hari yang lalu sudah bersurat kesana untuk permintaan kenaikan HPP. Kita sudah minta ke sana,” pungkasnya.

Harga Acuan Konsumen Naik ke Rp17.500/ Kg

Sebagai catatan, Bapanas memberlakukan relaksasi HAP gula di tingkat konsumen sejak 5 April sampai dengan 31 Mei 2024 mendatang. Keputusan pemerintah itu menyusul kenaikan harga gula konsumsi di tingkat konsumen yang jauh di atas HAP sebelumnya, Rp16.000/ kg. Seiring dengan peningkatan kebutuhan gula konsumsi selama Ramadan dan Lebaran 2024.

Keputusan itu juga menindaklanjuti Rapat Koordinasi Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Gula Konsumsi lintas kementerian/lembaga dan stakeholder terkait pada Kamis, 4 April 2024 serta Surat Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Nomor: 1105/TS.02.02/B/11/2023 tanggal 03 November 2023 tentang Penyesuaian Harga Gula Konsumsi di Tingkat Konsumen.

Maka diputuskan:

– harga gula konsumsi di tingkat ritel atau konsumen sebesar Rp 17.500/kg

– untuk daerah/wilayah Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Papua Pegunungan, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Barat Daya, dan wilayah 3TP (Tertinggal, Terluar, Terpencil, dan Perbatasan) harga Gula Konsumsi di tingkat ritel atau konsumen sebesar Rp18.500/kg.

Ini adalah kali kedua pemerintah menaikkan HAP gula dalam rentang kurang 1 tahun. Pada 3 November 2023 lalu, pemerintah menaikkan HAP gula Rp1.500 per kg menjadi Rp16.000 dan Rp17.000 per kg.

Sumber: CNBC

You may also like