Jika ‘kebutuhan perut’ masyarakat di sekitar hutan terpenuhi, maka kawasan hutan dijamin aman. Baik dari perambahan, kebakaran hingga kerusakan alamnya.
Program Perhutanan Sosial (PS) yang belakangan ini menjadi kebijakan pemerintah mulai membuahkan hasilnya. Sejumlah wilayah yang memperoleh fasilitas dari pemerintah berupa kesempatan mengelola lahan hutan untuk budidaya pertanian menujukkan peningkatan kesejahteraan.
Salah satu contoh keberhasilan program PS adalah kelompok petani kopi di Gunung Puntang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Inilah kawasan penghasil kopi yang terkenal sebagai kopi dengan rasa yang khas dan pernah menjadi kopi termahal di dunia pada tahun 2016.
Salah satu tokoh pengelola kebun kopi Puntang adalah Abah Onil alias Deni Sopyandi. Dia bertutur bahwa pemberian hak kelola kawasan hutan melalui skema PS selama 35 tahun kepada rakyat benar-benar meringankan beban petani yang selama ini memang merindukan lahan untuk mengembangkan pertanian maupun perkebunan.
“Kami sendiri mendapat hak PS seluas 1 hektare (ha). Memang dari seluruh kelompok yang berkisar 70 orang, belum semua mendapat kesempatan. Baru separuh yang menikmati,” ungkapnya.
Di atas lahan yang diberi kesempatan oleh pemerintah untuk dikelola itu, kini sudah ditanami kopi bermutu tinggi. Bahkan, harapan Abah Onil, dirinya dan kelompoknya tak hanya usaha budidaya kopi. Mereka juga berharap akan mendapatkan hak untuk mengembangkan wisatawa dan lahan pertanian dan perkebunan. Pasalnya, ungkap Abah, jika hanya 1 ha per orang kurang ekonomis.
Menurut pria yang juga ketua koperasi dan kelompok masyarakat petani hutan ini, untuk memperoleh skala ekonomi yang pas dalam mengelola sebuah kebun kopi dan komoditas kebun lainnya, maka setiap petani harusnya memperoleh lahan seluas 3-5 ha.
Selain itu, jika pemerintah ingin mensejahterakan rakyatnya, maka lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) terutama di Gunung Puntang dilibatkan secara langsung dalam mengelola lokasi perkemahan yang selama ini telah dirintis. “Minimal masyarakat memiliki andil 50% kepemilikan. Buktinya kawasan wisata di Lembang yang sebelumnya dikelola Perhutani, kini justru diserahkan kepada swasta. Mengapa perkemahan Puntang tidak diserahkan kepada masyarakat setempat.,” papar Abah.
Mengenai kopi Puntang sendiri, Abah bercerita sesungguhnya kopi asal Gunung Puntang sudah terkenal di dunia sejak Belanda mengembangkan tanaman kopi pada abad ke-18. Kopi yang dibawa Belanda jenisnya Arabica typical. Kopi itu sejak dulu memang sudah termahal di dunia.
Namun, sejak merdeka dan Belanda meninggalkan Indonesia, tanaman kopi itu tidak terurus. Abah mengaku dirinya dan masyarakat sekitar Gunung Puntang juga tidak mengerti mengapa tanaman itu tidak dilestarikan. Belakangan, lahan-lahan hutan itu kemudian diambil alih oleh Perhutani.
Abah sendiri baru merintis tanaman kopi sekitar tahun 2006-2007 dengan mendapat bantuan 50 bibit kopi. Sementara secara kelompok atau sekitar 150 orang baru mengembang tanaman kopi sekitar tahun 2011.
Kelompoknya mendapat jatah 50.000 batang untuk dibudidayakan. Namun, sayangnya, pohon itu banyak yang mati. Maklum, masyarakat dan kelompoknya kurang memiliki pengetahuan teknik budidaya kopi. “Mungkin tinggal 5% saja yang bertahan hidup,” papar Abah.
Menurut dia, para petani mulai mengembangkan tanaman kopi secara terstruktur, di mana mulai ada pembibitan, dan penanam yang benar, mulai tahun 2016 setelah ada wisata alam di sana.
Kopi Puntang yang ditanam di wilayah perkebunan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Bukit Amanah ini juga punya keunikan. Menurut Abah, setiap musim panen rasa kopi Puntang selalu berbeda. Bahkan, katanya, pernah ada sensasi rasa daun mint. Padahal, tambah Abah, di lokasi tidak ada pohon mint. “Tapi, ya memang itu keunikan kopinya. Bahkan ada juga yang terasa seperti nangka. Tapi secara umum Kopi Puntang itu punya rasa yang lengkap,” ujarnya.
Kopi Puntang sendiri ditetapkan dunia menjadi kopi termahal di dunia tahun 2016. Kondisi itu memicu semangat para petani yang tergabung dalam LMDH Bukit Amanah. Para petani yang sempat kehilangan gairah untuk menanam kopi karena harganya tidak ekonomis, kemudian berlomba-lomba memdudidayakan kopi tersebut.
Kopi asal Gunung Puntang, Jawa Barat, kini menjadi primadona di kalangan penikmat kopi sejak berhasil menjadi yang termahal dalam lelang di Atalanta, Amerika Serikat pada 2016. Hal itu juga memacu Deni Sopyandi serta para petani kopi asal Desa Campakamulya, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung.
Green bean
Berbicara teknis menanam kopi ternyata tidak cukup hanya mengandalkan semangat. Kurangnya pengetahuan tentang cara budidaya, hingga proses pengolahan kopi yang benar, seringkali membuat frustasi petani.
Beruntung tahun 2011 petani mendapatkan bantuan dari sebuah BUMN. Setelah mendapat bantuan mesin dan pendampingan, Masyarakat kembali bersemangat karena ada harapan meningkatkan taraf kehidupan ekonomi yang lebih baik melalui kopi.
Abah Onil mengatakan, dengan adanya bantuan dan pendampingan tersebut, para petani mulai bisa mendapatkan keuntungan yang lebih. Sebab, para petani tidak lagi hanya sekadar menjual ceri kopi, namun sudah mulai menjual kopi yang punya harga lebih tinggi.
Keuntungan itu diperoleh apabila dijual dengan ceri kopi cuma Rp10.000/kg. Sementara kalau sudah diproses hingga menjadi green bean harganya bisa menjadi Rp130.000 sampai Rp140.000/kg.
Abah sendiri jujur merasa sedih ketika orang bilang kopi Puntang adalah kopi termahal di dunia. Pasalnya, tingginya harga itu tidak berimbas ke petani, yang taraf kehidupannya tidak bertanbah sejahtera. Maklum, petani dulu belum bisa memproses sendiri. “Sekarang kami sudah mulai memproses sendiri sampai green bean,” katanya.
Abah mengaku punya obsesi mendidik anak-anak seluruh petani kopi yang tergabung dalam LMDH Bukit Amanah punya pengetahuan dan kemampuan untuk mengolah ceri kopi yang telah dipanen, agar bisa menjadi biji kering.”Supaya mendapat harga yang mahal, maka kopi harus diproses sampai green bean. Setelah mendapat dukungan Pertamina Subang, kelengkapan komplet, tinggal keilmuan belum merata,” ucapnya.
Kini, para petani LMDH Bukit Amanah juga sudah mulai menjual biji kopi yang telah disangrai dengan nama Puntang Wangi Coffee. Abah Onil bermimpi, dengan keberhasilan ini para petani mampu bukan hanya meningkatkan taraf kehidupan mereka, namun juga memberikan pendidikan yang tinggi bagi anak-anak mereka.
Menurutnya, anak-anak petani sebagian besar hanya tamatan SD dan SMP. “Nah, melalui kopi Puntang ini saya berharap pendidikan mereka bisa meningkat. Malah harapan kami bisa jadi sarjana semua.
Bergabung Dalam Holding
Bagi para penikmat kopi, boleh jadi belum menikmati kopi sesungguhnya jika belum mencicipi kopi khas yang ditanam dan dipetik dari Gunung Puntang,.
Kopi asli Gunung Puntang, Jawa Barat bahkan memecahkan rekor dengan nilai penjualan termahal dalam sebuah lelang kopi di ajang Specialty Coffee Association of America Expo Atlanta, Amerika Serikat tahun 2016. Popularitas kopi Gunung Puntang di kancah lokal atau mancanegara pun semakin kinclong.
Selain menghasilkan kopi, kawasan Gunung Puntang juga memiliki satu kawasan wisata Bumi Perkemahan yang eksotis. Gunung Puntang bukan saja menyajikan pesona alamnya yang sejuk dan asri, tapi juga menjadikannya sebagai sebuah destinasi wisata dengan daya tarik tinggi buat wisatawan lokal dan luar daerah, termasuk wisatawan mancanegara.
Budidaya kopi yang masih menyisakan sejarah peninggalan Belanda tempo dulu ini beberapa waktu lalu sempat menghebohkan dunia perkopian. Kopi yang dihasilkan dari Gunung Puntang tercatat sebagai kopi spesialis terbaik dunia.
Kopi ini ditanam oleh para petani di kawasan Gunung Puntang dengan bibit benih dari hasil eksplorasi selama bertahun-tahun sejak zaman Belanda di tahun 1700-an. Biji kopi di Gunung Puntang telah dibudidayakan secara terstruktur sejak 2007 lalu, di sekitar 300 hektare lahan perkebunan kopi dengan 175 petani pembudidaya. Rasa kopi dari Gunung Puntang ini memiliki karakteristik kopi dengan rasa manis bercampur sedikit asam. Ketika diseruput, maka rasa yang dihasilkan cenderung ‘fruity’.
Sejak menang lelang itu, harga red cherry dari petani di Gunung Puntang naik menjadi Rp8.000-10.000/kg. Sedangkan untuk harga kopi green bean olahannya Rp300.000/kg. Kini semua petani kopi di Gunung Puntang menanam kopi organik.
Untuk meningkatkan kesejateraan petani kopi, Ketua Koperasi Tani Masyarakat Hutan akan bergabung dengan sebuah holding (pusat) yang memasarkan kopi tujuan pasar Eropa.