Potensi Indonesia Memaniskan Kinerja Industri Pengolahan Kakao

Indonesia memiliki peluang yang besar dalam pengembangan industri pengolahan kakao. Hal ini didukung potensi Indonesia menjadi produsen kakao terbesar ketiga di dunia, dengan total produksi sekitar 700 ribu ton per tahun. Oleh karenanya, Kementerian Perindustrian bertekad untuk terus mendorong pengembangan industri pengolahan kakao agar bisa lebih berdaya saing global.

“Saat ini, terdapat 11 perusahaan pengolahan kakao di Indonesia, yang total nilai ekspornya tercatat mencapai 1,12 miliar dolar AS pada tahun 2022, atau menduduki posisi negara pengekspor keempat di dunia. Industri ini juga berperan mendukung hilirisasi yang meningkatkan nilai tambah kakao dalam negeri,” kata Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin, Edy Sutopo pada acara Kongkow Sobat Industri di Bogor, Rabu (29/11).

Edy menyampaikan, dengan adanya multiplier effect dari industri pengolahan kakao, pemerintah akan berupaya menjadikan Indonesia sebagai episentrum dunia untuk sektor kakao dan olahannya. Guna mewujudkan sasaran ini, perlu langkah kolaborasi dengan berbagai pihak terkait dari hulu sampai hilir.

“Kita unggul di produk intermediate, yang meliputi cocoa pasta/liquor, cocoa cake, cocoa butter dan cocoa powder. Pangsa pasar produk kita ini mencapai 9,17 persen dari kebutuhan dunia,” sebutnya. Selain sektor tersebut, Indonesia juga punya potensi di industri cokelat dan industri cokelat artisan.

“Untuk industri cokelat yang menghasilkan mass product, saat ini terdapat 900-an perusahaan dengan total kapasitas produksi lebih dari 462 ribu ton per tahun. Jumlah nilai ekspor dari sektor ini sebesar 76,89 juta dolar AS pada tahun 2022,” ungkap Edy.

Selanjutnya, untuk sektor industri cokelat artisan, Indonesia telah memiliki 31 perusahaan dengan total kapasitas produksi sebesar 1.242 ton per tahun pada tahun 2022. “Umumya industri cokelat artisan ini menggunakan bahan baku yang premium. Indonesia masih punya pasar yang menjanjikan untuk dapat mengembangkan sektor ini,” imbuhnya.

Edy menegaskan, pihaknya proaktif menjalankan berbagai program dan kebijakan dalam upaya memacu kinerja industri yang berbasis olahan kakao. Misalnya, dengan menjaga ketersediaan bahan baku. “Oleh karenanya, kami juga mendorong peningkatan produktivitas kakao dalam memenuhi kebutuhan di sektor industri,” ujarnya.

Selain itu, Kemenperin menyiapkan sumber daya manusia (SDM) industri yang kompeten, mendorong pemanfaatan teknologi, dan mengoptimalkan program branding. “Kami juga akan mendukung terhadap program sustainability dan traceability pada rantai pasok, meningkatkan kampanye konsumsi cokelat di dalam negeri, melakukan promosi pada ajang pameran di tingkat nasional dan internasional, serta melaksanakan program restrukturisasi mesin produksi,” lanjutnya.

Edy menambahkan, Kemenperin gencar menumbuhkan wirausaha baru di sektor industri pengolahan kakao. “Apalagi, Indonesia memiliki lebih dari 600 varian atau rasa cokelat yang berasal dari berbagai daerah. Ini menjadi potensi kita untuk terus melakukan diversifikasi dan inovasi produk,” ujarnya.

PR industri olahan kakao


Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Arief Susanto menyampaikan, terdapat PR atau pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan dalam upaya pengembangan industri pengolahan kakao di Indonesia, di antaranya adalah memastikan ketersediaan bahan baku. Langkah yang perlu ditempuh adalah meningkatkan produktivitas kakao.

“Di Indonesia terdapat lebih dari 1 juta petani kakao. Apabila peningkatkan produktivitas ini terus dipacu akan berdampak positif pula pada peningkatan pendapatan dari para petani,” ucapnya. Selain itu juga pemerintah perlu mengatasi wabah dalam penanaman kakao. “Sebab, mengelola kebun kakao ini seperti bayi yang perlu perawatan. Jadi, harus ada terobosan untuk penyuluhan dalam perawatannya,” papar Arif.

Menurutnya, pemerintah perlu menjalin kerja sama dengan pihak terkait dalam upaya regenerasi petani kakao, khususnya kaum milenial. “Pertumbuhan industri kakao ini terus meningkat setiap tahunnya. Artinya, investasi di sektor ini masih menjanjikan, sehingga masih ada peluang bisnis yang bagus dan luas lahan di Indonesia masih cukup besar,” ungkapnya.

Arief berharap, pemerintah agar memasukkan industri pengolahan kakao menjadi program prioritas untuk dikembangkan di Indonesia. Pasalnya, telah terbukti memberikan dampak yang luas bagi perekonomian. “Apalagi, sudah banyak sektor lain yang ikut terlibat dalam pengembangan industri kakao, seperti di sektor pertambangan. Mereka punya program untuk menutup bekas lahan tambangnya menjadi kebun kakao sehingga turut meningkatkan pendapatan masyarakat setempat,” tuturnya.

Sumber

Related posts

Penerapan Industri 4.0 Pacu Kinerja Sektor Manufaktur

JFX dan FINEX Perkenalkan Industri PBK ke Generasi Muda

Punya Banyak Keanekaragaman Hayati, Ekspor Ikan Hias Indonesia Terhalang Masalah Klasik