Luas lautan, samudera, perairan, di dunia konon sangat luas, diperkirakan sekitar 2/3 luas bumi saat ini mulai semakin menarik perhatian.
Indonesia mengawali telah secara nyata membentuk sebuah badan hukum yang khusus memelopori gerakan pelestarian hutan dan ekosistem bawah lautan beserta seluruh biotanya, keanekaragaman hayatinya, serta seluruh kehidupannya.
Adalah Dr. Transtoto Handadhari, rimbawan senior UGM dan lulusan University of Wisconsin at Madison, AS, yang bersama rekannya Dr. Eddy Limantoro membuat gerakan nyata tersebut.
Transtoto yang telah berpuluh tahun memberikan perhatian terhadap kehidupan laut dan perairan Indonesia itu merasa mendapat banyak teman dari berbagai bidang non-hutan.
Pada 6 Mei 2024 Transtoto, Eddy, dan tokoh-tokoh lingkungan membentuk sebuah badan yang bernama Wana Bahari Lestari sebagai puncak cita-cita mereka yang didukung pencinta alam dari dalam negeri dan badan-badan dunia yang kompeten.
Dunia terkejut, Transtoto dan Eddy bersama rekan-rekannya dari Indonesia muncul dengan ide dan gerakan yang cemerlang untuk mengawali peran dalam melestarikan kehidupan laut, khususnya samudera Indonesia, yang umumnya setiap orang hanya berpikir bagaimana bisa mendapatkan keuntungan kekayaan lautan tersebut tanpa berpikir bagaimana cara berbuat dan membiayainya.
Perhatian inipun tidak terlepas dari seorang Profesor lingkungan kelas dunia Dr. Emil Salim pada 7 Mei 2024 mempertanyakannya ketika Transtoto dan Tim menemuinya sesaat setelah Deklarasi Wana Bahari Lestari itu terjadi.
Transtoto dan kawan-kawannya mencatat begitu banyak kekayaan samudera Indonesia yang telah dikuras oleh bangsa-bangsa lain baik itu berupa limpahan ikan, rumputan laut, terumbu karang dan banyak kekayaan lainnya yang dieksploitasi secara besar-besaran tanpa upaya pembatasan, pelestarian apalagi pengembangannya.
“Itupun belum termasuk; penyerapan karbon lautan yang yang bisa hilang yang sampai sekarang belum diperhitungkan nilainya”, cetus Eddy yang sangat konsen dengan masalah karbon.
Samudera yang sangat luas, kaya dan relatif bebas itu menjadi rayahan masyarakat dunia bahkan ajang pembuangan limbah sampah, plastik, racun, bangkai dan lainnya tanpa mempertimbangkan kerugian yang terjadi.
“Lautan yang sangat umum digunakan sebagai sarana mencemari, merusak dan memusnahkan kehidupan tersebut sebagian selalu diabaikan.” keluh Transtoto.
Transtoto bersama teman-temannya antara lain Dr. Eddy Limantoro, Dr. Inung Wiratno, Dr. Retno Hastijanti, Dr. Ibong Agoeztanzil Sjahruzah, Dr. Asep Karsidi, Irjenpol (P) Drs. Bekto Suprapto didukung Dr Satyawan Dirjen KSDAE KLHK dan unsur yang lain tergerak untuk mewujudkan upaya pelestarian ekosistem di bawah laut yang luasnya diperkirakan sekitar 220.000.000 hektar tersebut.
“Kami bergerak atas dasar kemanusiaan dan cinta ekosistem lingkungan agar kekayaan alam di bawah lautan itu berkembamg dan lestari untuk kesejateraan. Kami tidak mengambil apa-apa,” sambung Eddy dan Ibong menimpali.
“Patriotisme Indonesia di atas sangat mendapatkan apresiasi dunia. Wana Bahari Lestari dibentuk oleh patriotsime tersebut 9berjuang untuk tidak mengambil sebuah keuntungan namun sebaliknya mengatur dan mencari solusi untuk bagaimana kita semua berbuat untuk alam, sambil terus berjuang membantu pemerintah memperbaiki hutan daratan kita yg kian menyusut termasuk menamani tumbuhan Pingopa sp., sejenis bio-fuel yang bocor minyak solar) di Papua dan sekitarnya seluas 11 juta hektare”, tegas Transtoto dengan kursi rodanya menutup informasi penting tersebut kepada wartawan, Minggu (26/5/2024).